Rabu, 16 Maret 2011

Industrialisasi Dan Perkembangan Sektor Industri


Bab.7

INDUSTRIALISASI DAN PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI



A. PENDAHULUAN
Istilah industrialisasi secara ekonomi diartikan sebagai kegiatan mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi, dapat pula diartikan sebagai himpunan perusahaan-perusahaan sejenis dimana kata industry dirangkai dengan kata yang menerangkan jenis industrinya. Misalnya, industry obat-obatan, industry garmen, industry perkayuan, dsb.

B. SEJARAH SEKTOR INDUSTRI DI INDONESIA
Tahun 1920an industry modern di Indonesia hampir semua dimiliki oleh orang asing, walau jumlahnya hanya sedikit. Indutri kecil yang ada pada masa itu berupa industry rumah tangga seperti penggilingan padi, pembuatan gula merah (tebu dan nira), rokok kretek, kerajinan tekstil, dan sebagainya tidak terkoordinasi dengan baik.
Perusahaan modern hanya ada dua, yaitu pabrik rokok milik British American Tobaco (BAT) dan perakitan kendaraan bermotor General Motor Car Assembly. Depresi ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1930an meruntuhkan perekonomian, megakibatkan menurunnya penerimaan ekspor dari 1.448 gulden menjadi 505 gulden (1929) yang mengakibatkan pengangguran. Melihat situasi tersebut pemerintah Hindia Belanda mengubah system dan pola kenijakan ekonomi dari sector perkebunan ke sector industry, dengan memberi kemudahan dalam pemberian ijin dan fasilitas bagi pendirian industry baru.
Berdasarkan Sensus Industri Pertama (1939), industry yang ada ketika itu mempekerjakan 173 ribu orang di bidang pengolahan makanan, tekstil dan barang logam, semuanya milik asing. Pada masa PD II kondisi industrialisasi cukup baik. Namun setelah pendudukan Jepang keadaannya terbalik. Disebabkan larangan impor bahan mentah dan diangkutnya barang capital ke Jepang dan pemaksaan tenaga kerja (romusha). Setelah Indonesia merdeka, mulai dikembangkan sector industry dan menawarkan investasi walau dalam tahap coba-coba. Tahun 1951 pemerintah meluncurkan RUP (Rencana Urgensi Perekonomian). Program utamanya menumbuhkan dan mendorong industry kecil pribumi dan memberlakukan pembatasan industry besar atau modern yang dimiliki orang Eropa dan Cina.

C. KONSEP DAN TUJUAN INDUSTRIALISASI
Dalam sejarah pembangunan ekonomi, konsep industrialisasi berawal dari revolusi industry pertama pada pertengahan abad 18 di Inggris dengan penemuan metode baru untuk pemintalan dan penenunan kapas yang menciptakan spesialisasi dalam produksi dan peningkatan produktivitas dari factor produksi yang digunakan. Setelah itu, inovasi dan penemuan baru dalam pengolahan besi dan mesin uap yang mendorong inovasi dalam pembuatan antara lain besi baja, kereta api dan kapal tenaga uap.
Revolusi industry kedua akhir abad 18 dan awal abad 19 dengan berbagai perkembangan teknologi dan inovasi membantu laju industrialisasi. Setelah PD II muncul berbagai teknologi baru seperti produksi masal dengan menggunakan assembly line, tenaga listrik, kendaraan bermotor, penemuan barang sintetis dan revolusi teknologi komunikasi, elektronik, bio, computer dan penggunaan robot.

D. PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR NASIONAL
Sector industry manufaktur di banyak Negara berkembang mengalami perkembangan sangat pesat dalam tiga decade terakhir. Asia Timur dan Asia Tenggara dapat dikatakan sebagai kasus istimewa. Lebih dari 25 tahun terakhir, dijuluki a miraculous economic karena kinerja ekonominya sangat hebat. Dari 1970 hinga 1995, industry manufaktur merupakan contributor utama.
Untuk melihat sejauh mana perkembangan industry manufaktur di Indonesia selama ini, perlu dilihat perbandingan kinerjanya dengan sector yang sama di Negara-negara lain. Dalam kelompok ASEAN, misalnya kontribusi output dari sector industry manufaktur terhadap pembentukan PDB di Indonesia masih relative kecil, walaupun laju pertumbuhan output rata-ratanya termasuk tinggi di Negara-negara ASEAN lainnya. Struktur ini menandakan Indonesia belum merupakan Negara dengan tingkat industrialisasi yang tinggi dibandingkan Malaysia dan Thailand.

E. PERMASALAHAN DALAM INDUSTRI MANUFAKTUR
Secara umum, industry manufaktur di Negara-negara berkembang masih terbelakang jika dibandingkan dengan sector yang sama di Negara maju, walaupun di Negara-negara berkembanga ada Negara-negara yang industrinya sudah sangat maju.
Dalam kasus Indonesia, UNIDO (2000) dalam studinya mengelompokkan masalah yang dihadapi industry manufaktur nasional ke dalam 2 kategori, yaitu kelemahan yang bersifat structural dan yang bersifat organisasi.

Kelemahan-kelemahan structural di antaranya:
1. Basis ekspor dan pasarnya yang sempit
a. Empat produk, yakni kayu lapis, pakaian jadi, tekstil dan alas kaki memiliki pangsa 50% dari nilai total manufaktur
b. Pasar tekstil dan pakaian jadi sangat terbatas
c. Tiga Negara (US, Jepang dan Singapura), menyerap 50% dari total ekspor manufaktur Indonesia, sementara US menyerap hampir setengah total nilai ekspor tekstil dan pakaian jadi
d. Sepuluh produk menyumbang 80% seluruh hasil ekspor manufaktur
e. Banyak produk manufaktur padat karya yang terpilih sebagai produk unggulan Indonesia mengalami penurunan harga di pasar dunia akibat persaingan ketat
f. Banyak produk manufaktur yang merupakan ekspor tradisional Indonesia mengalami penurunan daya saing
2. Ketergantungan impor yang sangat tinggi
3. Tidak adanya industry berteknologi menengah
4. Konsentrasi regional

Kelemahan-kelemahan organisasi, di antaranya:
1. Industry skala kecil dan menengah (IKM) masih underdeveloped
2. Konsentrasi pasar
3. Lemahnya kapasitas untuk menyerap dan mengembangkan teknologi
4. Lemahnya SDM


F. STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN SEKTOR INDUSTRI

Subtitusi Impor (inward-looking)

Promosi Ekspor (outward-looking)
Strategi industrialisasi
1. Strategi Subtitusi Impor
o Lebih menekankan pada pengembangan industry yang berorientasi pada pasar domestic
o Strategi subtitusi impor adalah industry domestic yang membuat barang menggantikan impor
o Dilandasi oleh pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat dicapai dengan mengembangkan industry dalam negeri yang memproduksi barang pengganti impor
Pertimbangan yang lajim digunakan dalam memilih strategi ini adalah:
a. SDA dan factor produksi lain (terutama tenaga kerja) cukup tersedia
b. Potensi permintaan dalam negeri memadai
c. Pendorong perkembangan sector industry manufaktur dalam negeri
d. Dengan perkembangan industry dalam negeri, kesempatan kerja lebih luas
e. Dapat mengurangi ketergantungan impor

2. Penerapan strategi subtitusi impor dan hasilnya di Indonesia
o Industry manufaktur nasional tidak berkembang baik selama orde baru
o Ekspor manufaktur Indonesia belum berkembang dengan baik
o Kebijakan proteksi yang berlebihan selama orde baru menimbulkan high cost economy
o Teknologi yang digunakan oleh industry dalam negeri, sangat diproteksi

3. Strategi Promosi Ekspor
o Lebih berorientasi ke pasar internasional dalam pengembangan usaha dalam negeri
o Tidak ada diskriminasi dalam pemberian insentif dan fasilitas kemudahan lainnya dari pemerintah
o Dilandasi pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat dicapai jika produk yang dibuat di dalam negeri dijual di pasar ekspor
o Strategi promosi ekspor mempromosikan fleksibilitas dalam pergeseran sumber daya ekonomi yang ada mengikuti perubahan pola keunggulan komparatif

4. Kebijakan industrialisasi
o Dirombaknya system devisa sehingga transaksi luar negeri lebih bebas dan sederhana
o Dikuranginya fasilitas khusus yang hanya disediakan bagi perusahaan Negara dan kebijakan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan sector swasta bersama-sama dengan BUMN
o Diberlakukannya Undang-undang PMA

Perkembangan Sektor Pertanian


BAB.6

PERKEMBANGAN SEKTOR PERTANIAN

1. Peranan Sektor Pertanian
Menurut Kuznets, Sektor pertanian di LDC’s mengkontribusikan thd pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional dalam 4 bentuk:
 Penyediaan makanan utk pddk, penyediaan BB untuk industri manufakturèa.Kontribusi Produk
spt industri: tekstil, barang dari kulit, makanan & minuman
 Pembentukan pasar domestik utk barang industrièb.Kontribusi Pasar & konsumsi
Penurunan peranan pertanian di pembangunan ekonomi, makaèc.Kontribusi Faktor Produksi
terjadi transfer surplus modal & TK dari sector pertanian ke Sektor lain
 Pertanian sbg sumber penting bagi surplus neracaèd.Kontribusi Devisa perdagangan (NPI) melalui ekpspor produk pertanian dan produk pertanian yang menggantikan produk impor.

Kontribusi Produk.
Dalam system ekonomi terbuka, besar kontribusi produk sector pertanian bisa lewat pasar dan lewat produksi dg sector non pertanian.
§ Dari sisi pasar, Indonesia menunjukkan pasar domestic didominasi oleh produk pertanian dari LN seperti buah, beras & sayuran hingga daging.
§ Dari sisi keterkaitan produksi, Industri kelapa sawit & rotan mengalami kesulitan bahan baku di dalam negeri, karena BB dijual ke LN dengan harga yg lebih mahal.

Kontribusi Pasar.
Negara agraris merup sumber bagi pertumbuhan pasar domestic untuk produk non pertanian spt
pengeluaran petani untuk produk industri (pupuk, pestisida, dll) & produk konsumsi (pakaian,
mebel, dll)
Keberhasilan kontribusi pasar dari sector pertanian ke sector non pertanian tergantung:
§  Membuat pasar sector non pertanian tidakèPengaruh keterbukaan ekonomi hanya disi dengan produk domestic, tapi juga impor sbg pesaing, shg konsumsi yg tinggi dari petani tdk menjamin pertumbuhan yg tinggi sector non pertanian.
§  Semakin moderen, maka semakin tinggi demand produk industri non pertanianèJenis teknologi sector pertanian

Kontribusi Faktor Produksi.
 Tenaga kerja dan ModalèF.P yang dapat dialihkan dari sector pertanian ke sektor lain tanpa mengurangi volume produksi pertanian

Di Indonesia hubungan investasi pertanian & non pertanian harus ditingkatkan agar
ketergantungan Indonesia pada pinjaman LN menurun. Kondisi yang harus dipenuhi untuk
merealisasi hal tsb:
§ Harus ada surplus produk pertanian agar dapat dijual ke luar sectornya. Market surplus ini harus tetap dijaga & hal ini juga  Teknologi, infrastrukturètergantung kepada factor penawaran  & SDM  nilai tukar produk pertanianèdan factor permintaan  & non pertanian baik di pasar domestic & LN
§  Pengeluaran konsumsi oleh petanièPetani harus net savers < §produksi  Tabungan petani > investasi sektor pertanian

Kontribusi Devisa.
Kontribusinya melalui :
§  ekspor produk pertanianèSecara langsung & mengurangi impor.
§  peningkatan eksporèSecara tidak langsung & pengurangan impor produk
berbasis pertanian spt tekstil, makanan & minuman, dll

Kontradiksi kontribusi produk &  peningkatan ekspor produk pertanianèkontribusi devias
menyebabkan suplai dalam negari kurang dan disuplai dari produk impor. Peningkatan ekspor
produk pertanian berakibat negative thd pasokan pasar dalam negeri. Untuk menghindari trade
off ini 2 hal yg harus dilakukan:
§ Peningkatan kapasitas produksi.
§ Peningkatan daya saing produk produk pertanian

2. Sektor Pertanian di Indonesia

§  PDB sektor pertanian (peternakan, kehutananèSelama periode 1995-1997 & perikanan) menurun & sektor lain spt menufaktur meningkat.
§ Sebelum krisis moneter, laju pertumbuhan output sektor pertanian < §ouput sektor non pertanian  1999 semua sektor turun kecuali listrik, air dan gas. §Rendahnya pertumbuhan output pertanian disebabkan:  § kemarau jangka panjang berakibat volume dan daya saing turun èIklim § lahan garapan petani semakin kecil èLahan § rendah èKualitas SDM rendahèPenggunaan Teknologi Sistem perdagangan dunia pasca putaran Uruguay (WTO/GATT) ditandatangani oleh 125 negara anggota GATT telah menimbulkan sikap optimisme & §pesimisme Negara LDC’s:  èOptimis Persetujuan perdagangan multilateral WTO menjanjikan berlangsungnya perdagangan bebas didunia terbebas dari hambatan tariff & non tariff §  Semua negara mempunyai kekuatan ekonomi yg berbeda. DC’sèPesimis mempunyai kekuatan > LDC’s

Perjanjain tsb merugikan bagi LDC’s, karena produksi dan perdagangan komoditi pertanian, industri & jasa di LDC’s masih menjadi masalah besar & belum efisien sbg akibat dari rendahnya teknologi & SDM, shg produk dri DC’s akan membanjiri LDC’s.

Butir penting dalam perjanjian untuk pertanian:
§ Negara dg pasar pertanian tertutup harus mengimpor minimal 3 % dari kebutuhan konsumsi domestik dan naik secara bertahap menjadi 5% dlm jk waktu 6 tahun berikutnya
§ Trade Distorting Support untuk petani harus dikurangi sebanyak 20% untuk DC’s dan 13,3 % untuk LDC’s selama 6 tahun
§ Nilai subsidi ekspor langsung produk pertanian harus diturunkan sebesar 36% selama 6 tahun & volumenya dikurangi 12%.
§ Reformasi bidang pertanian dlm perjanjian ini tdk berlaku utk negara miskin

Temuan hasil studi dampak perjanjian GATT:
§  Perjanjian tsb berdampak + yaknièSkertariat GATT (Sazanami, 1995)  Eropa Barat US $ 164 Milyar, USA US$èpeningkatan pendapatan per tahun  122 Milyar, LDC’s & Eropa Timur US $ 116 Milyar. Pengurangan subsidi ekspor sebesar 36 % dan penurunan subsidi sector pertanian akan meningkatkan pendapatan sector pertanian Negara Eropa US $ 15 milyar & LDC’s US $ 14 Milyar
§  Sampai th 2002, sesudah terjadi penurunan tariffèGoldin, dkk (1993) & subsidi 30% manfaat ekonomi rata-rata pertahun oleh anggota GATT sebesar US $ 230 Milyar (US $ 141,8 Milyar / 67%0 dinikmati oleh DC’s dan Indonesia rugi US $ 1,9 Milyar pertahaun
§  Sektor pertanian Indonesia rugi besar dlm bentukèSatriawan (1997) penurunan produksi komoditi pertanian sebesar 332,83% dengan penurunan beras sebesar 29,70% dibandingkan dg Negara ASIAN
§  Global Trade Analysis Project mengenai 3èFeridhanusetyawan, dkk (2000) skenario perdagangan bebas yakni Putaran Uruguay, AFTA & APEC. Ide dasarnya: apa yang terjadi jika 3 skenario dipenuhi (kesepakatan ditaati) dan apa yang terjadi jika produk pertanian diikutsertakan? Perubahan yang diterapkan dalam model sesuai kesepakatan putaran Uruguay adalah:
a. Pengurangan pajak domestic & subsidi sector pertanian sebesar 20% di
DC’s dan 13 % di LDC’s
b. Penurunan pajak/subsidi ekspor sector pertanian 36% di DC’s & 24% di
LDC’s
c. Pengurangan border tariff untuk komoditi pertanian & non pertanian

Liberalisasi perdagangan berdampak negative bagi Indonesia thd produksi padi & non gandum. Untuk AFTA & APEC, liberalisasi perdagangan pertanian menguntungkan Indonesia dg meningkatnya produksi jenis gandum lainnya (terigu, jagung & Indonesia menjadi produsenèkedelai). AFTA utama pertanian di ASEANdan output pertanian naik lebih dari 31%. Ekspor pertanian naik 40%.

3. Nilai Tukar Petani (NTP)

 nilai tukar suatu barang dengan barang lainnya. Jika hargaèNilai tukar produk A Rp 10 dan produk B Rp 20, maka nilai tukar produk A thd B=(PA/PB)x100% =1/2. Hal ini berarti 1 produk A ditukar dengan ½ produk B. Dengan menukar ½ unit B dapat 1 unit A. Biaya opportunitasnya adalah mengrobankan 1 unit A utk membuat ½ unit B.

Dasar Tukar (DT):
§  pertukaran 2 barang yang berbeda di dalam negeri dg mata uang nasionalèDT dalam negeri
§  pertukaran 2 barang yang berbeda di dalam negeri dg mata uang internasionalèDT internasional / Terms Of Trade

 Selisih harga output pertanian dg harga inputnyaèNilai Tukar Petani (rasio indeks harga yang diterima petani dg indeks harga yang dibayar).
 semakin baik.èSemakin tinggi NTP

NTP setiap wilayah berbeda dan ini tergantung:
§ Inflasi setiap wilayah
§ Sistem distribusi input pertanian
§ Perbedaan ekuilibrium pasar komoditi pertanian setiap wilayah (D=S)
D> harga naikèS & D<sè


Pekembangan NTP tsb menunjukkan pertani di JABAR & JATENG rugi dan di Yogja & JATIM untung. Hal ini dsebabkan oleh byk factor termasuk system distribusi pupuk di Yogya & JATIM lebih baik dari JABAR & JATENG.

4. Investasi di Sektor Pertanian
Investasi di sector pertanian tergantung :
§ Laju pertumbuhan output
§ Tingkat daya saing global komoditi pertanian

Investasi:
§  Membeli mesinèLangsung
§  PenelitianèTdk Langsung & Pengembangan

Hasil penelitian:
§  laju pertumbuhan sektor ini rendah, karena PMDNèSupranto (1998) & PMA serta kerdit yg mengalir kecil. Hal ini karena resiko lebih tinggi (gagal panen) dan nilai tambah lebih kecil di sektor pertanian.
Tabel 5.17 Investasi di sektor pertanian & industri manufaktur (Rp milyar) 1993-96
Sektor 1993 1994 1995 1996
Pertanian 2.735 4.545 7.128 15.284
Manufaktur 24.032 31.922 43.342 59.218

§  kredit perbankan lebih byk megalir ke sektor non pertanianèSimatupang (1995) & jasa dibanding ke sektor pertanian.
Tabel 5.18 Kredit Perbankan di sektor pertanian & industri manufaktur (Rp milyar) 1993-96
Sektor 1993 1994 1995 1996
Pertanian 7.846 8.956 9.841 11.010
Manufaktur 11.346 13.004 15.324 15.102
Penurunan ini disebabkan ROI sector pertanian +/- 15 %,shg tdk menarik.

5. Keterkaitan Pertanian dg Industri Manufaktur

 kesalahan industrialisasi yg tidakèSalah satu penyebab krisis ekonomi berbasis pertanian. Hal ini terlihat bahwa laju pertumbuhan sector pertanian (+) walaupu kecil, sedangkan industri manufaktur (-). Jepang, Taiwan & Eropa dlm memajukan industri manufaktur diawali dg revolusi sector pertanian.

Alasan sector pertanian harus kuat dlm proses industrialisasi:
§ kondisi sospol stabilè tdk ada laparè pangan terjaminèSektor pertanian kuat
§  pendapatan riil perkapitaè Sektor pertanian kuatèSudut Permintaan  permintaan oleh petani thd produk industri manufaktur naik berartiènaik industri manufaktur berkembang & output industri menjadi input sektor pertanian
§  permintaan produk pertanian sbg bahan baku oleh industri manufaktur.èSudut Penawaran
§ Kelebihan output siktor pertanian digunakan sbg sb investasi sektor industri manufaktur spt industri kecil dipedesaan.

Kenyataan di Indonesia keterkaitan produksi sektor pertanian dam industri manufaktur sangat lemah dan kedua sektor tersebut sangat bergantung kepada barang impor.


Sumber:
kuswanto.staff.gunadarma.ac.id/.../6-PERKEMBANGAN+SEKTOR+PERTANIAN.do</s

Pembangunan Ekonomi Daerah dan Otonomi Daerah


BAB 5

PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH DAN OTONOMI DAERAH

1. Pembangunan Ekonomi Regional
Perkembangan teori ekonomi pertumbuhan dan meningkatnya ketersediaan data daerah mendorong meningkatnya perhatian terhadap ketidakmerataan pertumbuhan daerah. Teori ekonomi pertumbuhan dimulai oleh Robert Solow yang dikenal dengan Model pertumbuhan neo-klasik. Dan beberapa ahli ekonomi Amerika mulai menggunakan teori pertumbuhan tersebut dengan menggunakan data-data daerah. 

Untuk melihat ketidaknmerataan pertumbuhan regional dapat ditentukan dengan beberapa cara. Secara umum dalam menghitung pertumbuhan dengan; 1. pertumbuhan output; 2. pertumbuhan output per pekerja; dan, 3. pertumbuhan output perkapita. Pertumbuhan output digunakan untuk mengetahui indikator kapasitas produksi. Pertumbuhan output per pekerja seringkali digunakan untuk mengetahui indikator dari perubahan tingkat kompetitifitas daerah, sedangkan pertumbuhan output perkapita digunakan sebagai indikator perubahan dari kesejahteraan

Perkembangan teori ekonomi pertumbuhan dan meningkatnya ketersediaan data daerah mendorong meningkatnya perhatian terhadap ketidakmerataan pertumbuhan daerah. Teori ekonomi pertumbuhan dimulai oleh Robert Solow yang dikenal dengan Model pertumbuhan neo-klasik. Dan beberapa ahli ekonomi Amerika mulai menggunakan teori pertumbuhan tersebut dengan menggunakan data-data daerah. 

Untuk melihat ketidaknmerataan pertumbuhan regional dapat ditentukan dengan beberapa cara. Secara umum dalam menghitung pertumbuhan dengan; 1. pertumbuhan output; 2. pertumbuhan output per pekerja; dan, 3. pertumbuhan output perkapita. Pertumbuhan output digunakan untuk mengetahui indikator kapasitas produksi. Pertumbuhan output per pekerja seringkali digunakan untuk mengetahui indikator dari perubahan tingkat kompetitifitas daerah, sedangkan pertumbuhan output perkapita digunakan sebagai indikator perubahan dari kesejahteraan .

Model Pertumbuhan Regional

Fungsi produksi agregat merupakan dasar dari model pertumbuhan neoklasik. Hubungan tersebut ditujukkan dalam bentuk sebagai berikut:

Y = F(K,L)

Dimana, Y adalat output riil, K adalah capital stock, dan L adalah tenaga kerja.
Dalam bentuk Cobb Douglas dengan asumsi constant return to scale yaitu;

Y = AKαL1-α

y = Akα , dimana y = K/L dan k = K/L

Fungsi produksi perkapita menunjukan bahwa output per pekerja hanya akan meningkat jika modal per pekerja meningkat. Dengan kata lain modal harus terus tumbuh lebih cepat daripada penawaran tenaga kerja dari output per pekerja.

Agar lebih realistis maka model neoklasik diatas harus ditambah dengan efek apabila adanya teknologi pada pertumbuhan output.

Y = F(A,K,L), dimana A adalah technical knowledge (teknologi).

Dalam bentuk Cobb-Douglas,

Y = AegtKαL1-α

dimana g adalah technical progress per time period t, selanjutnya dengan aplikasi matematika kita jadikan dalam model pertumbuhan;
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiFQxeRyrdurG2G5K06gwuwmsuDpmwKsdsGDoWHZLiqWcx0L8F_aXsgDY9W4NY6vNHLfcHQtcb4Ln7E59VOvs_xKErUsUmZTEFQzae-fxQkfKpKamOCt2DovxTGA_p4tABT2rVd4Bv5sR4/s320/Pertumbuhan1.jpg
dimana, ∆Y/Y, ∆K/K, dan ∆L/L adalah given.
Selanjutnya dengan merubah dalam bentuk model region (daerah), dengan g adalah perubahan rate of technical dan r notasi untuk regional,
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh_jmhXiYSshPhldUnLBjIRIuQEJRfDq7opUwoTPrYYXJuaBVAdkGu4kgT3wL70pQZJ1gLWHBKZ5QPn31ebhfNYY6dGuX4Xur0_fLzQe7TqTqcaOoHmta9TyQu1icWwCT5vX4uq_Eb149A/s320/Pertumbuhan2.jpg
Dari bentuk neoklasik diatas, kita dapat mengidentifikasi tiga alasan terjadinya ketidakmerataan pertumbuhan regional yaitu;
1. Technical progress berubah diantara region;
2. Pertumbuhan capital stock berubah diantara region;
3. Pertumbuhan tenaga kerja berubah diantara region.

gr pada region r diharapkan berubah diantara region (paling tidak dalam jangka menengah). Dengan memasukkan pertumbuhan tenaga kerja https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiX780L4FLc2r0Dlts0zUukJTsZW2cJ-_SUjcupuBIQyMyg7mAOTzC7wVhOS1ekjhpiphO3Vb5XCeLAmoNjsjZQ3_RskQjCdOYuGjI0UkubG2sPqJPcEqYfmcb8MDFBuQhk8HjjTJK-ceo/s200/Pertumbuhan0.5.jpg pada kedua sisi, kita dapatkan;
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh8eIw_n47YZcfskmaPFbHMbaP4E_pVBTxN0bPetnHcBucQkYAEae38YCgMACUrE5iscEd7FZvJmUze5bE0XSGRrvjnR6a8onhl_IEAZV26HD_8yz77eRRbSl1ma1rvAA0Be4SGQoxDB3Y/s320/Pertumbuhan3.jpg
Selanjutnya, ketidamerataan regional dalam pertumbuhan output per tenaga kerja dapat dijelaskan oleh perbedaan regional dalam rate of technical progress dan oleh perbedaan regional dalam rasio pertumbuhan kapital/tenaga kerja.

Secara rinci faktor-faktor yang menyebabkan adanya disparitas pada pertumbuhan daerah dapat digambarkan pada bagan dibawah ini :
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgfaxLlZfzH01_Wp0Syf_0Kft8P9mb1xL0zws6PSgwhbq1_0T7rdNSzL0Q_Zizj8pdtfVgKevkecvG2TFjBnzbiZnfUejQMyi77HAb7Yth3S2cBrJeYolyueEpBOmLhLqGDmUSmMy3hcdA/s400/Pertumbuhan4.jpg
Dari gambar diatas ditunjukkan bahwa pertumbuhan output daerah menurut neoklasik di dasari oleh tiga komponen yaitu; pertumbuhan kapital stok, pertumbuhan tenaga kerja, dan perkembangan teknologi. 

Pertumbuhan kapital stok daerah didorong dengan adanya investasi baik dari daerah itu sendiri atau daerah lain. Pertumbuhan tenaga kerja juga didorong oleh adanya migrasi tenaga kerja dari daerah lain karena adanya perbedaan upah relatif terhadap daerah lain disamping akibat tumbuhnya angkatan kerja baru karena pertumbuhan populasi. Untuk pertumbuhan teknologi tentunyajuga dipengaruhi oleh masuknya sumberdaya dari daerah lain dan perkembangan pendidikan atau pengetahuan melalui R&D.

Kajian Empiris di Indonesia

Dalam kajian Iyanatul Islam dari School of International Business and Asian Studies, Griffith University, Australia, menyebutkan bahwa ketidakmerataan antar daerah di Indonesia tidak menunjukkan gambaran yang semakin mencolok dari waktu ke waktu. Dikatakan bahwa adanya konvergensi di daerah, terutama pada pertengahan 1970-an serta dekade 1980-an dan 1990-an, dengan adanya pertumbuhan ekonomi daerah miskin yang lebih cepat dibandingkan daerah kaya. Namun proses konvergensi tersebut berjalan melambat sehingga diperlukan waktu yang lama untuk mengurangi kesenjangan pendapatan antar daerah. Analisis Takahiro Akita dan Armida S Alisjahbana (The Economic Crisis and Regional Inequality in Indonesia) menyebutkan sebelum krisis ekonomi, disparitas pendapatan antardaerah di Indonesia sedikit naik mulai tahun 1993 hingga 1997 .

Dari sisi technical progress secara empiris, Garcia dan Soelistianingsih (1998) telah mengestimasi pengaruh variabel modal manusia, fertilitas total, selain pangsa sektor minyak dan gas dalam PDRB untuk mengukur ketersediaan sumber daya alam terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Temuannya adalah bahwa investasi untuk pendidikan dan kesehatan memang dibutuhkan untuk mengurangi ketimpangan pendapatan daerah . 

Sedangkan Wibisono (2001) memasukkan variabel-variabel educational attaintment (diukur dengan tingkat pendidikan yang berhasil ditamatkan), angka harapan hidup (life expectancy), tingkat fertilitas (fertility rate), tingkat kematian bayi (infant mortality rate), laju inflasi dan juga variabel dummy daerah juga terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Dari estimasi-estimasi yang dilakukan, diperoleh temuan bahwa variabel yang berpengaruh positif terhadap pertumbuhan adalah pendidikan, angka harapan hidup, dan tingkat kematian bayi. Sedangkan tingkat fertilitas dan laju inflasi memberikan efek negatif terhadap tingkat pertumbuhan pendapatan .

Berdasarkan data Indonesia Human Development Report 2002, tahun 2002 di Indonesia terdapat 341 daerah tingkat II, Aloysius Gunadi Brata (2004), dikatakan bahwa terdapat two-way relationship antara kinerja ekonomi daerah dengan pembangunan manusia . 

Ketiga studi di atas juga mengkonfirmasi bahwa technical progress dalam bentuk modal manusia (human capital) mempunyai kontribusi penting dalam pertumbuhan ekonomi dan berarti juga berguna untuk mempercepat proses pemerataan pendapatan antardaerah.

Dengan melihat teori dan kajian empirik diatas menunjukkan bahwa bagi pemerintah pusat, ketidakmerataan antarregion dan ketidakmerataan intraregion bukan merupakan trade off yang saling meniadakan. Karena kedua ketidakmerataan regional tersebut merupakan masalah yang harus diselesaikan karena terdapat keterkaitan antar kedua permasalahan tersebut.
2. Faktor-faktor penyebab ketimpangan
Ada 2 faktor penyebab ketimpangan pembangunan, faktor pertama adalah karena ketidaksetaraan anugerah awal (initial endowment) diantara pelaku-pelaku ekonomi. Sedangkan faktor kedua karena strategi pembangunan dalam era PJP I lebih bertumpu pada aspek pertumbuhan (growth).
Sebagian ketidaksetaraan anugerah awal itu bersifat alamiah (natural) atau bahkan ilahiah. Akan tetapi sebagian lagi bersifat structural. Ketidaksetaraan itu berakibat peluang dan harapan untuk berkiprah dalam pembangunan menjadi tidak seimbang.
Ditumpukkannya strategi pembangunan pada aspek petumbuhan, bukanlah tidak beralasan. Secara akademik, baru pertumbuhanlah yang telah memiliki teori-teori yang mantap dalam konsep pertumbuhan ekonomi. Oleh karenanya tidaklah mengherankan kalau rancangan pebangunan lebih menyandarkan rencana pembangunannya pada aspek pertumbuhan.
3. Pembangunan Indonesia bagian Timur
Pembangunan infrastruktur di Indonesia mengalami pasang surut terutama saat Indonesia dilanda krisis ekonomi. Pembangunan infrastruktur mengalami hambatan pembiayaan karena sampai sejauh ini, titik berat pembangunan masih difokuskan pada investasi sektor-sektor yang dapat menghasilkan perputaran uang (cash money) yang tinggi dengan argumentasi bahwa hal itu diperlukan guna memulihkan perekonomian nasional.
Sedangkan pembangunan infrastruktur lebih difokuskan pada usaha perbaikan dan pemeliharaan saja. Dengan demikian dewasa ini, pembangunan infrastruktur kawasan timur Indonesia belum menjadi focus utama pembangunan.
Pada saat ini sudah hampir menjadi kesimpulan umum bahwa infrastruktur adalah fundamental perekonomian Indonesia. Bahwa daerah atau kawasan Indonesia Timur merupakan wilayah strategis guna membangkitkan potensi nasional. Oleh karena itu hari ini adalah saat yang tepat guna meletakkan kemauan bersama menyusun konsep pembangunan infrstruktur kawasan Timur Indonesia yang bersumber pada kesadaran penguasaan teknologi dan keunggulan sumberdaya daerah.
Pemetaan kebutuhan infrastruktur lima tahun ke depan berdasarkan jenis inftrastruktur seperti; jalan, listrik, gas, air bersih, pelabuhan, telekomunikasi, moda transportasi, dan lain-lain serta berdasarkan tipologi kewilayahan.
Perumusan pembiayaan infrastruktur dan sumber pembiayaannya.
Pengkajian kerangka regulasi yang ada dan merekomendasikan penyempurnaan kerangka tersebut guna mendukung prioritas pembangunan dan pembiayaan infrastruktur
Penyusunan strategi pembangunan dan pembiayaan infrastruktur ini diharapkan dapat menghasilkan peta pembangunan infrastruktur yang jelas di masa yang akan datang sehingga pemerintah mempunyai dokumen yang lengkap terhadap pembangunan infrastruktur.
Oleh karena itu, ruang lingkup dari penyusunan strategi ini mencakup seluruh aspek potensi ekonomi wilayah Indonesia Timur sebagai rumusan strategis pembangunan infrastruktur nasional, baik berdasarkan subsektor jenis infrastruktur dan maupun tipologi kewilayahan dengan basis pendekatan potensi.
Penyusunan strategi pembangunan dan pembiayaan infrastruktur kawasan timur Indonesia diharapkan dapat menghasilkan Master Plan di bidang infrastruktur yang akan mendukung skenario pembangunan era baru ekonomi Indonesia di masa yang akan datang. Master Plan ini diharapkan dapat memuat berbagai data dan informasi mengenai pembangunan dan pembiayaan infrastruktur berdasarkan skala prioritas pembangunan dan regulasi yang mendukung arah pembangunannya.
Cerminan pembangunan infrastruktur nasional adalah pembangunan infrastruktur di tiap wilayah atau propinsi di Indonesia. Perkembangan pembangunan infrastruktur di masing-masing pulau di Indonesia memperlihatkan perbedaan yang cukup berarti. Dominasi pembangunan infrastruktur sangat ditentukan oleh kondisi geograsfis dan demografis dari suatu wilayah.
Dominasi infrastruktur ini dapat mencerminkan pula tingkat aktivitas ekonomi dalam suatu wilayah. Perkembangan pembangunan infrastruktur untuk masing-masing pulau yang ada di Indonesia. Hal ini pula yang menjadi hambatan pembangunan infrastrukrur Kawasan Timur Indonesia.
Pada hal sejatinya jika Indonesia ingin percepatan mencapai kemajuan maka pendekatan potensi atau potential approach yaitu potensi yang mendorong tumbuhnya komoditas unggulan, hendaknya menjadi komintmen kuat terhadap pembangunan infrstruktur kawasan timur Indonesia.
Sebagaimana kita ketahui bahwa daerah Kalimantan Selatan sebagaimana daerah Kalimantan umumnya yang merupakan salah satu pulau terbesar yang ada di wilayah negara kita. Tingkat kepadatan pendudukanya relative rendah sehingga tidak dimungkinkan untuk melakukan pendekatan demographic dalam perencanaan pembangunan infrastukturnya.
Dengan jumlah penduduk yang mendiami wilayah ini hanya sebesar 6% dari total penduduk Indonesia, maka akan berdampak pada aktivitas ekonomi yang ada di wilayah ini. Kondisi semacam ini merupakan kondisi tipikal wilayah Indonesia Timur. Karenanya diperlukan langkah potential approach atau pendekatan potensial untuk pembangunan infrastrukturnya
Komoditas yang menjadi unggulan untuk wilayah ini adalah sektor pertambangan dan galian, sub sector perkebunan dan subsektor kehutanan. Ketiga sektor ini memberikan sumbangan besar bagi pendapatan nasional.
Dengan demikian terdapat pandangan berbeda mengenai pola perencanaan bahwa berdasarkan jumlah penduduk atau pendekatan demografik, aktivitas ekonomi unggulan yang tidak memerlukan banyak infrastruktur, maka akibatnya adalah persentase pembangunan infrastruktur di pulau ini lebih rendah dibandingkan pulau Jawa dan Sumatera.
Dilihat dari infrastruktur transportasi, pelabuhan laut lebih mendominasi dibandingkan dengan yang lainnya. Hal ini sangat wajar dengan kondisi geografis dari Kalimantan yang lebih banyak rawa dibandingkan dengan daratannya yang memungkinkan sektor pelabuhan laut dan lalulitas angkutan sungai, danau, dan penyeberangan lebih berkembang dibandingkan dengan transportasi darat.
Pembangunan jalan di pulau ini masih relative rendah bila dibandingkan dengan luas wilayah pulau ini. Hal ini sangat signifikan sekali dengan jumlah kendaraan yang berada di wilayah ini hanya sebesar 5,8% dari jumlah kendaraan yang ada di Indonesia. Hal ini pula yang menyebabkan rendahnya tingkat mobilitas dan tingginya biaya transportasi sehingga wilayah ini kehilangan daya saingnya dalam menarik investasi.
Pandangan keliru juga terdapat pada subsektor pertanian tanaman pangan dan pengairan. Dapat kita temukan fakta bahwa irigasi tidak menjadi salah satu fokus pembangunan infrastruktur karena wilayah ini bukan sebagai lumbung padi tetapi lebih cenderung pada komoditas kehutanan dan perkebunan.
Pada pada sisi lain kitapun memehami betul bahwa kondisi wilayah ini sangat dimungkinkan membangun jaringan irigasi guna menjadikan Kalimantan sebagai lumbung padi. Kita dapat belajar dan membandingkan kondisi wilayah ini dengan kondisi Vietnam yang petaninya lebih unggul dari petani kita bahkan tanpa proteksionisme perdagangan.
Saat ini akses masyarakat Kalimantan terhadap air bersih, hanya sebesar 44% yang dapat menikmati air bersih sedangkan sisanya belum mendapatkan akses terhadap air bersih.
Ini merupakan salah satu permasalahan yang harus menjadi perhatian, karena bila kondisi tersebut dibiarkan maka akan berdampak pada tingkat kesehatan dari masyarakat di Kalimantan. Bagaimana kita bisa mengembangkan sumber daya manusia yang handal dan mampu bersaing secara global bila tingkat hiegenitas masih rendah. Oleh karena itu akses terhadap air bersih perlu langkah prioritas pembangunan infrastrukturnya.
Demikian pula dengan subsektor telematika dan ketenagalistrikan perlu berpacu dengan irama pertumbuhan yang berkembang dengan pesat. Hal ini sejalan dinamika dan aktivitas dari masyarakat di pulau Kalimantan.
Pembukan lahan menjadi lahan pertanian yang notabene terjadi perubahan fungsi seringkali memicu kotroversi yang kontraproduktif, hendaknya dipelajari kembali dengan seksasama agar tidak terdapat resistensi pembangunan hanya sekadar penolakan emosional, namun sebaliknya kehilangan informasi berharga tentang potensi ekonomi yang mempunyai keunggulan tertentu.
Akhirnya kita juga mengapeal akan pentingnya kesadaran tentang pembangunan infrastruktur berkaitan dengan upaya strategis percepatan pertumbuhan ekonomi, hendaknya secara nyata mengurangi hambatan birokratis di semua lini baik pada tingkat pemerintah pusat maupun pada tingkat pemerintah daerah dan pemerintah kabupaten.

4. Teori dan Analisis Pembangunan Ekonomi Daerah
Perbedaan karakteristik wilayah berarti perbedaan potensi yang dimiliki, sehingga membutuhkan perbedaan kebijakan untuk setiap wilayah. Untuk menunjukkan adanya perbedaan potensi ini maka dibentuklah zona-zona pengembangan ekonomi wilayah.
Zona Pengembangan Ekonomi Daerah adalah pendekatan pengembangan ekonomi daerah dengan membagi habis wilayah sebuah daerah berdasarkan potensi unggulan yang dimiliki, dalam satu daerah dapat terdiri dari dua atau lebih zona dan sebuah zona dapat terdiri dari dua atau lebih cluster. Setiap zona diberi nama sesuai dengan potensi unggulan yang dimiliki, demikian pula pemberian nama untuk setiap cluster, misalnya : Zona Pengembangan Sektor Pertanian yang terdiri dari Cluster Bawang Merah, Cluster Semangka, Cluster Kacang Tanah, dst.
Zona pengembangan ekonomi daerah (ZPED) adalah salah satu solusi yang dapat diterapkan untuk membangun ekonomi suatu daerah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat di masa depan. Pola pembangunan ekonomi dengan pendekatan Zona Pengembangan Ekonomi Daerah (ZPED), bertujuan:
1.       Membangun setiap wilayah sesuai potensi yang menjadi keunggulan kompetitifnya/kompetensi intinya.
2.       Menciptakan proses pembangunan ekonomi lebih terstruktur, terarah dan berkesinambungan.
3.       Memberikan peluang pengembangan wilayah kecamatan dan desa sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi daerah.
Hal ini sejalan dengan strategi pembangunan yang umumnya dikembangkan oleh para ahli ekonomi regional dewasa ini. Para ahli sangat concern dengan ide pengembangan ekonomi yang bersifat lokal, sehingga lahirlah berbagai Strategi Pembangunan Ekonomi Lokal (Local Economic Development/LED).
Strategi ini terangkum dalam berbagai teori dan analisis yang terkait dengan pembangunan ekonomi lokal. Salah satu analisis yang relevan dengan strategi ini adalah Model Pembangunan Tak Seimbang, yang dikemukakan oleh Hirscman :
“Jika kita mengamati proses pembangunan yang terjadi antara dua priode waktu tertentu akan tampak bahwa berbagai sektor kegiatan ekonomi mengalami perkembangan dengan laju yang berbeda, yang berarti pula bahwa pembangunan berjalan dengan baik walaupun sektor berkembang dengan tidak seimbang. Perkembangan sektor pemimpin (leading sector) akan merangsang perkembangan sektor lainnya. Begitu pula perkembangan di suatu industri tertentu akan merangsang perkembangan industri-industri lain yang terkait dengan industri yang mengalami perkembangan tersebut”.
Model pembangunan tak seimbang menolak pemberlakuan sama pada setiap sektor yang mendukung perkembangan ekonomi suatu wilayah. Model pembangunan ini mengharuskan adanya konsentrasi pembangunan pada sektor yang menjadi unggulan (leading sector) sehingga pada akhirnya akan merangsang perkembangan sektor lainnya.
Terdapat pula analisis kompetensi inti (core competiton). Kompetensi inti dapat berupa produk barang atau jasa yang andalan bagi suatu zona/kluster untuk membangun perekonomiannya. Pengertian kompetensi inti menurut Hamel dan Prahalad (1995) adalah :
“Suatu kumpulan kemampuan yang terintegrasi dari serangkaian sumberdaya dan perangkat pendukungnya sebagai hasil dari proses akumulasi pembelajaran, yang akan bermanfaat bagi keberhasilan bersaing suatu bisnis”.
Sedangan menurut Reeve (1995) adalah :
“Aset yang memiliki keunikan yang tinggi, sulit ditiru, keunggulan daya saing ditentukan oleh kemampuan yang unik, sehingga mampu membentuk suatu kompetensi inti”.

5. Otonomi Daerah
Otonomi Daerah adalah wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah, yang melekat pada Negara kesatuan maupun pada Negara federasi. Di Negara kesatuan otonomi daerah lebih terbatas dari pada di Negara yang berbentuk federasi. Kewenangan mengantar dan mengurus rumah tangga daerah di Negara kesatuan meliputi segenap kewenangan pemerintahan kecuali beberapa urusan yang dipegang oleh Pemerintah Pusat seperti 
1.       Hubungan luar negeri
2.       Pengadilan
3.       Moneter dan keuangan
4.       Pertahanan dan keamanan